MetroEkspress.com, Sidikalang.
Mendengar berita dari, organisasi independen yang fokus mengawal dan melawan isu korupsi , Corruption Watch dalam siarannya “Modus Korupsi Dana Desa.” Desa menjadi sektor dengan kasus korupsi terbanyak sepanjang 2022 menurut data Indonesia Corruption Wate. MEx , Minggu (21/7.2024) mengatakan pada lingkungan pemerintah kabupaten Dairi terutama DISPEMDES Dairi, Inspektorat , Camat dan Kades apa yang di tayangkan berita Indonesia Corruption Wateh , mengenai dana desa jadi bisa disimak.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengungkapkan, dana desa dan peraturan KPK Alexander Marwata . Dana Desa ( DD) merupakan ide dari Presiden R I Joko Widodo . Proyek dana desa wajib di lakukan secara swakelola masyarakat desa. Dana itu di berikan untuk membangun Desa di kerjakan oleh masyarakat desa dan menggunakan sebanyak mungkin material yang ada di desa itu . Kata Presiden RI. Lanjut, ” Dana Desa harus di lakukan secara swakelola dengan memperkerjakan masyarakat desa , dan tidak menggunakan kontraktor atau pihak ketiga. Namun karena masih terbentur dengan aturan Lembaga Kebijakan Pengadaan dan Barang / Jasa Pemerintah ( LKPP ). Maka aturannya di ubah ” kata Presiden RI. Kini penggunaan dana desa secara swakelola sudah tidak melanggar aturan dari LKPP . Tahun ini semua proyek dana desa harus di lakukan secara swakelola yang di lakukan oleh masyarakat dan 30 porsen di pakai untuk membayar upah pekerjaan dari masyarakat , ucapnya. KPK , Alexander Marwata menuturkan , korupsi yang terjadi di Pemerintahan Desa , tak hanya karena alokasi dana desa yang besar tiap tahun , tetapi juga , ” tak di iringinya prinsip transparansi partisipasi , dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan desa. ” tulisnya.
Lanjut terdapat lima (5) titik cela yang biasa di manfaatkan aparat desa untuk mengorupsi dana desa , yaitu (1) proses perencanaan, (2) proses perencanaan pelaksanaan ( nepotisme dan tidak transparan, (3) proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa ( Mark up , fiktif , dan tidak transparan , (4) proses pertanggung jawaban (fiktif) , dan (5) proses monitoring dan evaluasi ( formalitas administratif ) , laporan palsu, kepala Desa wajib menyerahkan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada Bupati / Wali kota , tiap akhir tahun dan masa jabatan. Selain itu kepala desa juga harus membuat laporan tertulis kepada , Badan Permusyawaratan Desa ( BPD) serta menyebarkan informasi pemerintahan desa secara tertulis kepada masyarakat setiap akhir tahun anggaran . Namun laporan tersebut sering di manipulasi. Modus yang lain , mengurangi Volume pekerjaan dan membeli barang yang spesifikasinya lebih rendah di bandingkan yang di tetapkan dalam rencana anggaran . Dalam program – program pemberdayaan modus yang sering di gunakan adalah membuat kegiatan – kegiatan fiktif , ada dalam pertanggung jawaban keuangan , tetapi tidak ada kegiatan . Jumlah peserta dan durasi waktu rill jauh lebih sedikit di bandingkan dalam laporan pertanggung jawaban. Ulah beberapa kepala Desa untuk mengambil untung dari proyek pembangunan pengaspalan jalan dengan cara pihak ketiga kan. ” Ketika dana desa di pihak ketiga kan , berarti TPK tidak di fungsikan . Sedangkan di dalam pertanggung , pekerjaan harus di laksanakan oleh TPK , bukan kontraktor . Ditakutkan ada indikasi komitmen Fee yang di terima kepala desa dari pihak ketiga” tambah KPK. Lanjut, yang jelas menyerahkan pekerjaan dana desa pada pihak ketiga itu merupakan perbuatan melawan hukum. Unsurnya , menimal menyalah gunakan wewenangan atau menguntungkan orang lain , sebagaimana di atur dalam undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi . KPK pastikan , akan ada kerugian negara jika pekerjaan tersebut di pihak ketiga kan , ucapnya. “Dana Desa tidak boleh dipihak ketiga kan ( dikerjakan oleh kontraktor) . Sebab dana desa bersifat swakelola. Namanya swakelola , berarti perencanaan , pelaksanaan , serta pengawasan kegiatan di laksanakan sendiri oleh TPK , pekerjaan yang di lakukan masyarakat desa bersangkutan ” sebut Alexander Marwata. Dalam pengamatan Mex di Dairi ,” keberadaan LSM , banyak tidak sesuai apa yang di lakukan mereka turun di desa , dan melakukan pelaporan yang harusnya , mereka melakukan pemberdayaan di lapangan , dan tindakan pencegahan jangan terjadi penyalah gunakan dana desa. . jangan tindakan melakukan pelaporan. Tiba – tiba LSM bertanya pada kades , ” mana baliho transparansinya. Karena kades tidak pasang baliho , akhirnya kades ketakutan sama LSM..ujung – ujung nya kades ajak LSM berdame.jangan di laporkan ke pihak hukum dana desanya. Yang mengherankan lagi dari LSM kerap kali mencari – cari kesalahan kepala desa alasan LSM datang kekantor Desa tidak melihat memasang baliho transparansi penggunaan anggaran . Akhirnya kades takut pada pertanyaan LSM itu sendiri. Akhirnya kades mengeluarkan uang banyak pada LSM itu takut terbongkar kasus korupsi kades itu. Karena kades takut di periksa Kepolisian dan kejaksaan Negeri dana desanya harus lah mengamankan LSM itu sendiri. (Junaidy.S)