
MEDANEKSPOS.COM, Medan. –Ketua Pertahanan Ideologi Syarikat Islam (PERISAI) Sumut, Rusli Tanjung SR, SPdi, menolak dengan tegas wacana untuk menunda pemilihan umum yang sudah direncanakan digelar tahun 2024. Penundaan ini sama artinya dengan mengkhianati konstitusi.
“Menunda pemilu sama saja artinya dengan mengkhianati konstitusi dan akan mengganggu stabilitas keamanan nasional,” kata Rusli Tanjung kepada Wartawan di Medan, Jumat (11/3).
Dia menyampaikan hal itu usai menyampaikan surat permohonan audiensi PERISAI kepada Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting.
Rusli merespon wacana yang digaungkan segelintir pimpinan ketua partai di Jakarta, yang menginginkan pemilu ditunda dengan alasan krisis perang Ukraina-Rusia, besarnya biaya pemilu 2024 nanti dan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali.
Menyikapi ini, Rusli berpendapat, argumentasi menunda pemilihan umum tidak sesederhana yang dijabarkan di luar konteks undang-undang.
“Kita sebut aja biaya Pemilu yang konon mencapai Rp 100 triliun, nah kita mau tanya anggaran kepindahan Ibukota Negara (IKN) itu hampir Rp 1.500 triliun kok gak ada yang ribut,” sebut Ketua Pemuda Muslimin Medan tahun 2002-2005 ini.
Lalu, sebutnya soal pandemi dan perang Rusia-Ukraina tidaklah menjadi alasan substansial untuk menunda penyelenggaraan kegiatan negara yang sudah dipatok berdasarkan Pasal 7 UU UUD 1945 bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, maksimal dua periode.”
Lebih khusus soal lambannya penanganan pandemi Covid-19, sebut Rusli diduga terjadi karena kesalahan penyelenggara negara. “Itu tidak jadi bagian alasan yang dapat digunakan untuk menunda pemilu,” katanya.
Apa contoh kesalahan penyelenggara negara, Rusli menyebutkan, tak terhitung berapa orang yang tiba-tiba crazy rich (kaya dengan mendadak) akibat praktik menjual alat kesehatan, termasuk masker, pemeriksaan PCR, swab antigen dll.
“Kenapa itu tidak bisa dicegah, ya itu tadi karena banyak pihak mencari keuntungan di atas penderitaan orang lain dan itu terkesan dibiarkan,” katanya.
Diterangkan Rusli juga, jika dipaksakan dalam hal ini dengan maksud memperpanjang jabatan presiden, maka dikhawatirkan bisa menimbulkan kegaguhan besar dan kegusaran di tengah-tengah masyarakat.
Menurutnya, situasi tersebut juga bisa memancing kemarahan masyarakat dan patut menduga ada skenaro besar untuk melanggengkan kekuasaan. “Ini baru pertama terjadi dalam sejarah, ada alasan yang sengaja dibuat-buat untuk menunda pemilu,” katanya.
Karenanya Presiden dan Wakil Presiden harus taat hukum agar proses demokrasi berjalan baik.
“Presiden dan Wakilnya akan habis masa jabatannya tahun 2024, itu berarti mereka harus mundur. Dan kalaupun pemilu ditunda juga, maka keduanya tidak dapat lagi dipilih. Jabatan sementara sesuai undang-undang ada di tangan tiga menteri, yakni Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri,” katanya.(tim)