
MetroEkspress.com, Sidikalang. Pengalaman Junaidy Simatupang jadi ” Kuli Tinta ” tahun 1999 yang silam belajar dari Panda Nababan saat adanya si
Seminar Temu Pers di Gedung Dewan Pers di Jalan Kebun Sirih Jakarta Barat bulan Oktober 2000 yang silam, ini dikisahkannya di Sidikalang, Jumat (13/1).
Katanya dalam seminar itu, Panda Nababan menceritakan mengenai munculnya era reformasi. Di era reformasi semua orang bebas berbicara, mengeluarkan unek unek , fikiran maupun pendapatnya . Begitu juga orang orang mudah jadi wartawan ataupun jadi Pers , namun orang yang jadi wartawan itu asalkan memiliki kartu Pers . Begitu ada kartu Pers si wartawan itu setiap harinya berkunjung ke kantor kantor menemui orang pejabat untuk memperkenalkan dirinya ia , wartawan supaya pejabat itu , tau bahwa dirinya wartawan itu satu kebanggaan seorang jadi wartawan, namun membuat berita hampir tidak pernah.
Panda Nababan memberi dorongan semangat kepada orang orang yang mengikuti seminar wartawan . Dorongan yang di berikan ” Kalau Tidak Ada Berita , Tak perlu Datang ke kantor,” ungkapnya. Kalau mau jadi wartawan hebat , kalau bisa meyakinkan sumber berita untuk terbuka menceritakan kisah yang di cari. Ibarat , kita mencabut gigi orang , tapi bagaimana caranya orang itu tidak sakit , sebutnya. Lanjut , lebih hebat lagi , kalau orang itu mempersilahkan gigi mana yang mau di cabut. ” Ujar Nababan. Pers harus melakukan Investigasi untuk mendapatkan fakta fakta memerlukan kecerdasan intelektual , ke gigihan serta kebaranian dari seorang wartawan itu. Dengan mendapatkan fakta fakta secara akurat akan mampu menyajikan berita bermutu dan layak di baca publik ” pungkasnya. Ditambah kan nya , ” kalau tidak ada berita , tak usah jadi wartawan ” sebutnya. Karena , Pers dan Wartawan adalah media massa merupakan salah satu instrumen sangat penting dalam mendorong kemajuan bangsa dan negara , sehingga Pers tidak bisa dilemahkan atau di tekan dengan alasan apapun saja. Maka Pers berfungsi sebagai lokomotif nasionalisme , sebagaimana peranan Pers untuk membangkitkan kesadaran bersama untuk merdeka dimasa lalu. Melalui siaran siaran berita bermutu dan cerdas dan mampu membangkitkan semangat nasionalisme ada titik kulminasi nya mampu mengusir penjajah dari bumi Nusantara serta lahirnya negara Indonesia merdeka. Orang jadi wartawan itu perlu berkaca diri . Bagaimana penampilannya datang menemui orang yang akan ditemui di wartawan , ” apakah orang biasa atau orang yang berpendidikan , karena dinamai pemerintahan tentu orang yang berpendidikan yang di sebut PNS ( pegawai negeri sipil ) , bukan gampang di kelabui orang orang yang memiliki kartu Pers. Tapi orang yang penampilan nya sesuai kepada orang PNS yang di temui nya dan rajin membuat berita berita informasi , tentu orang PNS yang pengambil keputusan pada instansi pemerintahan semakin dekat dan terbuka pada Pers yang selalu ada beritanya. Karena PNS suka terbuka kepada wartawan yang selalu ada beritanya. Berbagai hal tentang arah kebijakan pemerintahan dengan segera dapat di komunikasikan si wartawan melalui siaran berita dan cepat tersosialisasi kepada masyarakat , dan umpan balik dari kalangan publik dapat segera di ketahui. Partisipasi , transparansi dan kontrol sosial atas proses pemberdayaan masyarakat dapat terungkap dengan utuh pada pemberitaan Pers. Wartawan tanpa berita , itu tidak di kenal orang banyak. Wartawan pembuat berita adalah pembela kepentingan masyarakat dan membela kepentingan pemerintah. Inilah pengalaman Junaidy Simatupang jadi wartawan belajar dari Panda Nababan.
(JS)